Halaman

Selasa, 22 Januari 2013

SEJARAH MAJLIS MAULID WATTA'LIM RIYADLUL JANNAH




SEJARAH MAJLIS MAULID WATTA'LIM RIYADLUL JANNAH

Awal mulanya, untuk memperoleh 40 lokasi sebagai tempat kegiatan safari 40 malam tersebut, ia menyarankan gagasan dakwahnya itu kepada para pengurus masjid.

Sekitar dua tahun sebelum wafat, Kiai Ahmad Syadzili (Kisah Ulama alKisah 07/2009), Pendem, Batu, Malang, memanggil salah seorang putranya, Gus Rohim, untuk menemuinya di dalam kamar. Saat itu, di kediaman sang kiai sedang berlangsung persiapan pelaksanaan acara Maulid Nabi SAW yang akan dilangsungkan pada hari itu. Sesampainya ia di dalam kamar, ternyata Kiai Syadzili sedang menangis haru sedemikian hebat. Sementara itu, suasana kamar terasa sangat berbeda. Semerbak wewangian memenuhi seluruh isi rua


Gus Rohim mendekati sang ayah. Dengan suara lirih, ayahnya mengatakan, “Rasulullah SAW baru saja datang ke sini.” Subhanallah.

Kecintaan Kiai Syadzili kepada Rasulullah SAW memang begitu mendalam. Bagi mereka yang meyakini bahwa Rasulullah SAW dapat saja menemui orang-orang tertentu secara yaqzhatan (dalam keadaan terjaga), apa yang dialami Kiai Syadzili adalah bukti bahwa Rasulullah SAW pun mencintainya.
ngan.

Tahun 2000, Kiai Syadzili wafat. Gus Rohim, putranya, kini melanjutkan dakwah Kiai Syadzili. Meneruskan apa yang ditekankan dalam dakwah sang ayah, dakwah Gus Rohim saat ini memang banyak menekankan ihwal menumbuhkan rasa cinta kepada Rasulullah SAW di hati kaum muslimin. Memang benar kata sebuah pepatah, buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

Mimpi Ziarah ke Makam Nabi

Di kota Malang, atau tepatnya di seantero Malang Raya, yakni Kabupaten Malang dan Kota Madya Malang, nama Gus Rohim cukup dikenal sebagai tokoh ulama kharismatis dengan gebrakan dakwahnya Safari Maulid 40 Malam.


Acara tersebut diselenggarakan secara berkeliling selama 40 malam berturut-turut, dari kota ke kota, dari desa ke desa, dari masjid ke masjid, dan dari mushalla ke mushalla, ketika datangnya bulan Rabi’ul Awwal, atau bulan Maulid. Selain jama’ah setianya yang selalu mendampingi Gus Rohim di setiap tempat penyelenggaraan acara, jama’ah dari berbagai daerah tempat disinggahinya acara tersebut juga selalu menyambut dengan penuh antusias.

Sosok Gus Rohim dikenal hangat bila bertemu siapa pun. Tutur katanya tenang tapi penuh wibawa. Lewat pribadi yang terkesan low profile ini, ribuan jama’ah dengan setia mengikuti prosesi pembacaan Maulid Simthud Durar di setiap malam penyelenggaran acara safari Maulid tersebut. Malam-malam di kota Malang pun terasa dipenuhi rasa suka cita, menyambut momentum istimewa, yaitu memperihati hari kelahiran Rasulullah SAW.

Awalnya, ia mendapat isyarat lewat mimpi. Saat itu, ia sendiri sudah memiliki majelir Manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani, yang telah berjalan kurang lebih selama satu tahun.

Gus Rohim bermimpi pergi berziarah ke makam Rasulullah SAW bersama para jama'ahnya. Dalam mimpinya, ia memerintahkan para jama’ah untuk mendahuluinya masuk ke ruang makam Rasulullah SAW. Setelah seluruh jama’ah sudah masuk dan telah keluar kembali dari ruang makam Rasulullah SAW, barulah ia  sendirian masuk ke makam mulia tersebut.

Dalam mimpinya itu, di hadapan makam Rasulullah SAW, Gus Rohim bermunajat hingga meneteskan air mata. Saat itu, terutama ia memohon agar mendapatkan syafa’at Rasulullah SAW.

Tiba-tiba dari dalam makam Rasulullah SAW, Rasulullah SAW mengulurkan tangan beliau yang mulia kepada Gus Rohim. Segera saja Gus Rohim mencium tangan mulia Rasulullah SAW tersebut dan terus dipegangnya erat-erat hingga ia terjaga dari tidurnya. Setelah terjaga, wangi harum tangan mulia Rasulullah SAW masih melekat di tangan Gus Rohim.

Ijazah Habib Anis

Selang beberapa bulan setelah mendapat isyarat mimpi tersebut, ia mengunjungi Habib Anis bin Alwi Al-Habsyi di kota Solo. Habib Anis adalah cucu Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, penyusun kitab Maulid Simthud Durar atau terkadang disebut Maulid Al-Habsyi. Dalam kesempatan itu, Habib Anis mengijazahkan pembacaan kitab Maulid tersebut kepada Gus Rohim, sekaligus memintanya agar menyebarluaskannya di wilayah sekitar tempat tinggalnya di Malang.

Mendapatkan amanah muliau tersebut, Gus Rohim mulai membuka majelis Maulid secara istiqamah sebagai jalan dakwah bagi dirinya di tengah-tengah umat. Dalam perjalanan dakwah safari Maulid yang ia adakan, ia pada awalnya mensyiarkan Maulid Simthud Durar lewat lembaga pendidikan yang ia pimpin, yaitu Pondok Pesantren Riyadhul Jannah. Di pesantren asuhannya itu, ia menggelar majelis Maulid dengan para santri setiap malam menjelang datangnya waktu subuh.

Seiring berjalannya waktu, ia pun mulai membuka majelis Maulid untuk umum sebulan sekali, yaitu setiap Jum’at Legi malam Sabtu Pahing.

Pada awal dibukanya majelis bulanan itu, majelis tersebut hanya dihadiri beberapa orang. Namun majelis itu mendapat dukungan banyak pihak, terutama dari kalangan habaib, seperti Habib Muhammad Bin Agil dan Ustadz Anis Bin Shahab. Setelah beberapa tahun berjalan, para jama’ah yang mengikuti majelis tersebut pun berkeinginan untuk mengadakan majelis pembacaan Maulid di tempat mereka masing-masing.

Maka kemudian di sejumlah tempat mulailah dibuka majelis Maulid yang ia bina sebagai pengembangan dari majelis Maulid di kediamannya, seperti pada beberapa mushalla kecil di daerah Purwodadi, Lawang, dan Singosari. Saat itu, hari pelaksanaannya pun masih belum teratur.

Setelah berjalan beberapa bulan, permintaan pembacaan Maulid di tempat-tempat lainnya semakin meningkat. Akhirnya Gus Rohim berinisiatif untuk menyeragamkan hari pelaksanaannya, yaitu hari Sabtu malam Ahad. Bersama Habib Agil bin Ali Bin Agil dan Habib Anis Bin Shahab, ia mulai mengadakan safari Maulid berkeliling majelis dan daerah, hingga sampai saat ini.

Terbesar di Malang

Bulan Rabi’ul Awwal 1430 H/2009 M, Gus Rohim menggagas pelaksanaan acara Maulid secara berkeliling. Maka ditetapkanlah acara safari Maulid tersebut diadakan selama 40 malam berturut-turut. Sebenarnya, kebiasaan ini sudah berlangsung lama sebagai kebiasaannya sendiri. Setiap masuk bulan Rabi’ul Awwal, ia menggelar pembacaan maulid Simthud Durar selama 40 malam berturut-turut bersama para santrinya. Kebiasaan itulah yang kemudian ia ingin tularkan kepada kaum muslimin pecinta Rasulullah SAW di kota Malang secara umum.

Pada awalnya, untuk mendapat 40 tempat sebagai lokasi acara safari 40 malam tersebut, ia menawarkan gagasan dakwahnya itu kepada para pengurus masjid di sekitar kawasan Malang Raya. Tidak semuanya dapat berjalan mulus dan mudah. Karena masih banyak orang yang belum mengenal Maulid Simthud Durar.

Setelah safari Maulid 40 malam yang diselenggarakan pertama kali pada tahun 1430 H/2009 M tersebut berjalan sukses, jama’ah setianya semakin bertambah banyak, hingga mencapai ribuan. Itu mengakibatkan, tidak seperti saat hendak mengadakan Safari Maulid 40 Malam yang pertama, untuk Safari Maulid yang kedua, yaitu pada tahun ini, beberapa bulan sebelum dimulainya pun, jadwal 40 malam telah terisi penuh. Banyak tempat yang menyodorkan diri untuk kegiatan baik tersebut. Sampai-sampai banyak tempat yang tidak mendapatkan bagian untuk disinggahi acara itu.

Setiap malam pelaksanaan acara Safari Maulid tersebut, selain membaca Maulid Simthud Durar, jama’ah juga mendengarkan taushiyah dari para ulama yang berbeda-beda di setiap malamnya. Ribuan jama’ah pun mendapat siraman ruhani yang amat bermanfaat.

Semangat para jama’ah begitu kentara. Meski diguyur hujan dan menahan dinginnya angin malam, mereka, yang rata-rata menggunakan kendaraan sepeda motor, baik sendiri maupun dengan keluarga, dengan setia menghampiri setiap tempat yang kedapatan disinggahi acara Safari Maulid. Lokasi acaranya sendiri kini telah meluas setidaknya sampai kota Pasuruan.

Sumber : http://ahislam.blogspot.com/2012/03/sejarah-majlis-maulid-wattalim-riyadlul.html
                  http://www.riyadluljannah.org/

0 komentar:

Posting Komentar

 
;